Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SIBUHUAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2019/PN Sbh JUMPA TAUFIQ NASUTION Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq Kepala Kepolisian Resort Tapanuli Selatan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 03 Sep. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2019/PN Sbh
Tanggal Surat Selasa, 03 Sep. 2019
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1JUMPA TAUFIQ NASUTION
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq Kepala Kepolisian Resort Tapanuli Selatan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Sibuhuan, 2 September 2019

Kepada Yth :

Bapak Ketua Pengadilan Negeri

Sibuhuan

Di

Sibuhuan

Hal : PERMOHONAN PRAPERADILAN

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

MARTUA GADING HABONARAN DLY, SH, MH, dan MUHAMMAD SOLEH POHAN, SH Advokat/Penasehat hukum pada kantor MUHAMMAD SOLEH POHAN, SH & REKAN, di Jl. Kh. Dewantara (Depan MAN Sibuhuan) Kec. Barumun , Kab. Padang Lawas Sumatera Utara Telp .085262719494, Baik sendiri atau bersama –sama, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 1 Desember 2017 bertindak untuk dan atas nama serta guna kepentingan dari :

T.Tgl. Lahir: Huta Raja Lama, 6 April 1994

Umur : 25 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

 (PEMOHON PRAPERADILAN)

PEMOHON PRAPERADILAN mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap : 

M E L A W A N

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) Cq. Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) Sumatera Utara cq. Kepala Kepolisan Resort Tapanuli Selatan, beralamat : di Jl. Sisingamangaraja 8, Padangsidimpuan, 22723.

Selanjutnya disebut sebagai (TERMOHON PRAPERADILAN)

Adapun alasan yang mendasari diajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mana di dalam pasal 77 berbunyi sebagai berikut :

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang:

Sah tidaknya Penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi sesorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntuta;

Selanjutnya pasal 79 KUHAP berbunyi sebagai berikut: permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.

Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini, tentang :

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan kedilan.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan.

Tindakan upaya Paksa, seperti Penetapan Tersangka, Penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986;10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang memang pada Kenyataanya Penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada hukum Internasional yang telah menjadi Internasional Customary Law. Oleh Karena itu Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan perinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak menjangkau aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia Seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari negera. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sahk tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat memanimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat Penegeak Hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem Hukum COMMON LAW, yang telah merupakan bagian dari sistem Hukum Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “ Terobosan Hukum” (Legal  Breakthrough) atau hukum yang porakyat (hukum prokresif)  dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan perkembangan dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang yang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek (nilai) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakata yang berkembang dan terkini.

Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut:

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012.
Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/ PnJkt.Sel tanggal 26 Mei 2015.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/ Pn.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015. (Pemohon Komjen Drs. Budi Gunawan, SH, M.Si).
Dan lain sebagainya.

Bahwa melalaui Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya Lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan Penetapan Tersangka, seperti yang dikutip putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

(dst)
(dst)
Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8  Tahun 1981 tentang Hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentang dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai tersmasuk PENETAPAN TERSANGKA, Penggeledahan dan penyitaan;

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Kontitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan Bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

SAH ATAU TIDAKANYA PENETAPAN SEBAGAI TERSANGKA

Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, Negara Republik Indonesia ketentuan pasal 77 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah di perluas sehingga Kewenangan Praperadilan bukan hanya untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, Penahanan, Penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, tetapi meliputi pula sah tidaknya Penetapan Tersangka, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat;
Mahkamah Konstitusi menyatakan Inskonstitusional bersyarat terhadap Frasa “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat 1 KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan dinyatakan Inskonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk Penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Frasa “bukti permulaan yang cukup “ dan “bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat 1 KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).
Bahwa Pemohon tidak pernah di panggil atau diperiksa terlebih dahulu sebagai Calon Tersangka, tetapi Pemohon Langsung di Tangkap dengan tanpa menunjukkan Surat Perintah Penangkapan. Karena Laporan atas Keberatan Pelapor Merupakan Delik Aduan.
Bahwa dijelaskan Laporan polisi : LP/80/VIII/2019/TAPSEL/TPS/BARUMUN/SUMUT tanggal 28 Agustus 2019 oleh Mardan Hanafi, Hsb sebagai Kuasa Hukum Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Hj. Yenny Nurlina Siregar, SP Kab. Padang Lawas, diduga tidak disertai dengan Surat Kuasa Khusus untuk melaporkan Jumpa Taufiq Nst dengan Dugaan Pemerasan.
Bahwa dapat dijelaskan, Termohon telah salah menerapkan Pasal Kejadian Pidana tersebut, karena dapat dengan jelas dari Kronologis Kejadian bukan lah merapakan Tindakan Pidana Pemerasan maupun Pengancaman, namun dapat disimpulkan bahwa Kejadian tersebut adalah Pidana Suap Menyuap, yang kedua duanya Baik Pemohon dan Pelapor serta Hj. Yenny Nurlina Siregar, SP (KABAN BAPPEDA Padang Lawas)  yang merupakan Klien Pelapor Seharusnya Turut ditangkap.
Bahwa dapat kami jelaskan kronologis Kejadian dan Fakta yang Sebenarnya, :

Bahwa Pemohon Jumpa Taufiq Nst dengan kawan kawan belakangan ini telah sering melaksanakan kegiatan Unjuk Rasa di Kejaksaan Negeri Padang Lawas. tentang Penangan Kasus Dugaan Korupsi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Padang Lawas yang diduga sudah pernah masuk pada tahapan Penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Padang Lawas, yang kemudian Jumpa Taufiq Nst dengan Kawan-kawan menyuarakan tentang Kejelasan penangan Perkara tersebut. Namun Kepala Bappeda Padang Lawas terusik dengan hal itu, sehingga meminta kepada Mardan Hanafi Hasibuan untuk dapat memediasi Jumpa Taufiq Nst agar Demo terhadap Bappeda Padang Lawas jangan dilanjutkan lagi, atau bahasa simpelnya dibatalkan.     Kemudian Mardan Hanafi Hasibuan Menelpon Jumpa Taufiq Nst, namun tak di angkat, atau tak dipedulikan oleh Jumpa.

Pada hari jumat tgl 23 sekitar jam 17.00wib Rasman ditelpon Mardan Hanafi Hasibuan (Mardan) Untuk menanyakan keberadaan JUMPA, dan menyuruh mencari Jumpa. Setelah itu Rasman menelpon jumpa dan meminta Jumpa untuk bertemu dengan Mardan, dan kemudian membawa Jumpa bertemu dengan Mardan di Rumah Mardan, pada saat itu tujuannnya untuk Upaya Berdamai, kemudian JUMPA dan Mardan Membahasa soal Perdamaian agar tidak dilaksanakan oleh jumpa dan kawan kawan demo ke Bappeda, bahwa Pada Hari Selasa tanggal 27 sekitar 18.30 Wib, Rasman ditelpon Mardan menanyakan keberadaan Jumpa dimana, Mardan ingin bertemu dengan Jumpa di Café SAKU, kemudian Jumpa ditelpon Rasman, dan Jumpa pada saat itu Jumpa disosa, kemudian Jumpa Berangkat kesibuhuan, setelah Jumpa sampai Kesibuhuan Tepat di Café Saku sekitar 21.30, Jumpabertemu dengan Mardan, serta pada saat itu ada Rasman, Fahmi Riski Lubis, serta Ali Akbar, Mardan menanyakan kepada Jumpa apakah Jumpa dengan Kawan -kawan jadi Demo, jawab jumpa jadi bang, kemudian Mardan mengajak Jumpa dengan Kawan kawan untuk tidak demo, karna mardan berhubungan dekat dengan Kepala BAPPEDA. kemudian Jumpa tidak mau dan melanjutkan demo itu yakni pada hari jumaat mendatang tgl 30 Agustus 2019 “karna ini menyangkut harga diri, karna organisasi mahasiswa kedaerahan selalu Negatif tanggapan Masyarakat” ucap jumpa. Kemudian mardan mengatakan kalo begitu diperbaiki lah organisasi kalian, kalo biayanya Rp. 5 jutaan saya yang tanggung, ucap mardan. Itu sudah bagus la bang ucap jumpa, kemudian, mardan menanyakan Masalah kuliah mu sudah gimana pada jumpa, ini lah yang jadi masalah kata Jumpa tidak membayar uang kuliah., kemudian, Mardan siap Menanggung uang kuliah Jumpa, namun jumpa mengatakan kami ada 11 orang yang bermasalah uang kuliah, mardan mengatakan sekitar berapa 1 orang, jawab jumpa sekitar 2 jutaan, Mardan kemudian bertanya pada Rasman berapa sepantasnya, Rasman tidak menyampaikan apa apa- kemudian tidak ada kesimpulan.

Dan kemudian pada hari rabu tgl 28 Agustus 2019 tepatnya di Café Saku, Jumpa Bertemu dengan Mardan tepatnya sekitar 14.30 Wib, mardan memberikan Uang berupa 20 Juta pada Jumpa agar Jumpa dengan Kawan-kawan lainnya tidak mendemo Bappeda Kab. Padang Lawas. Kemudian secara tiba-tiba pada saat itu pihak kepolisan Polsek Barumun datang menangkap Jumpa, Tanpa Surat Perintah Penangkapan pada saat itu. Dan sampainya di Mapolsek Barumun jumpa di suruh menanda tangani Surat Perintah Penangkapan. Dengan tuduhan pasal 369 ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain, memaksa seseorang dengan ancaman Pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagiankepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang “.

Bahwa dengan penjelasan Kronologi kejadian, jelas dengan terang Kejadian Pidana (Strafbaarfeit) tersebut adalah Suap Menyuap.

Bahwa kemudian Jumpa dibawa di Polsek Barumun, berselang Jam kemudian Jumpa di bawa ke Mapolres Tapanuli Selatan untuk pelimpahan pada Sat, Reskrim Unit II Ekonomi,
Bahwa dalam pasal yang di terapkan adalah merupakan deik aduan. Dapat dijelaskan delik adauan adalah suatu peristiwa pidana yang dapat dituntut jika ada pengadu, yakni orang yang berkepentingan yang merasa dirugikan. Menurut Drs. P.A.F LAMINTANG, SH, yang dimaksud Pengaduan (klacht) adalah suatu laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau orang-orang tertentu. Dalam anilisa ini dijelaskan orang yang berkepentingan yang merasa dirugikan yang harus bersinggungan langsung dengan pelaku, bukan dengan Perantara, atau pun Suruhan.
Bahwa pasal yang diterapkan kepada Pemohon adalah pasal Pemerasan dan pengancaman, dapat dijelaskan tindak pidana Pemerasan diatur dalam pasal 368 KUHP, “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara maksimum 9 tahun.  Adapun unsur –unsur yang terdapat dalam tindak pidana pemerasan ada dua unsur.

Unsur obyektif, yaitu memaksa orang;

Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

Agar orang itu

Memberi sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian milik orang lain
Membuat hutang
Menghapus hutang

Unsur Subyektif

Yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menurut H.A.K MOCH ANWAR yaitu tidak disyaratkan bahwa tujuan yang dikhendaki diproleh cukup ia kepada orang itu dan kemudian melakukan perbuatannya untuk memperolehnya yaitu penyerahan barang. Maka ia mempunyai maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum. Namun dalam hal kekerasan yakni harus bersifat langsung dan menggunakan suatu benda yang ditujukan kepada Korban,

Dapat dijelaskan bahwa perbedaan Pemerasan dan pencurian ialah, dalam penyerahan barang, pada pencurian, Harus diambil dari kekuasaan Korban, namun Pemerasan yakni diperoleh dari Penyerahan Korban, Maka dengan jelas, hal ini tidak lah dilakukan oleh Pemohon yakni Jumpa Taufiq Nst kepada Mardan Hanafi Hasibuan, sesuai kronilogis kejadian yang dijelaskan sebelumnya.

Bahwa Dengan tuduhan pada Surat Perintah Penangkapan pasal 369 ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain, memaksa seseorang dengan ancaman Pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagiankepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang “. Adapun Unsur-unsurnya antara lain;

Unsur Obyektif, memaksa orang dengan ancaman

Menista
Menista dengan surat atau
Membuka rahasia seseorang agar ia ;

Memberikan barang miliknya ataupun milik orang lain
Menghapus hutang
Membuat hutang.

Bahwa dapat dengan jelas di pahami bahwa perbedaan antara Pemerasan tersebut terletak pada cara memperoleh suatu barang terletak pada “alat yang dipakai untuk memaksa”. Jika pada pengancaman dipergunakan dengan ancaman menista, menista dengan surat dan membuka rahasia, sedangkan dalam pemerasan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Dapat dijelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan Pemohon, Jumpa Taufiq Nst adalah Demonstrasi penyampaian aspirasi yang dilindungi undang-undang, ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 dan Undang-undang No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Mengingat fakta kejadian, Pemohon Jumpa Taufiq Nst akan melaksanakan kegiatan Unjuk Rasa menyampaikan pendapat didepan umum, merupakan kegiatan yang legal, namun Mardan Hanafi Hasibuan ingin menggagalkan Unjuk Rasa tersebut, dengan meminta Bantuan Rasman untuk bertemu dengan Jumpa agar Unjuk Rasa tersebut bisa gagal, dengan beberapa tawaran yang ditujukan kepada pemohon, Jumpa Nst. Sehingga pada akhirnya Jumpa Nst menerima uang yang di berikan Mardan Hanafi Hasibuan sebesar Rp. 20 Juta agar Jumpa Nst dan kawan-kawan tidak jadi Unjuk Rasa. Melihat kajian antara pasal yang diterapkan kepada Pemohon, sudah lah bertentangan dengan kejadian awal, termasuk unsur-unsur yang ada pada pasal 369 Kuhp tersebut bertentang dengan Kejadian yang Sebenarnya,

Dapat dianalisa Hukum bahwa kejadian Antara Pemohon yakni Jumpa Taufiq Nst dengan Pelapor Mardan Hanafi Hasibuan merupakan tindak Pidana Suap. Yang mana Mardan Hanafi Hasibuan atas Perintah Kepala Bappeda Padang Lawas menginginkan Batal Unjuk Rasa yang ingin disamapaikan Pemohon pada Kejaksaan Negeri Padang Lawas tentang Penangan Kasus Dugaan Korupsi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Padang Lawas yang diduga sudah pernah masuk pada tahapan Penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Padang Lawas.Namun dapat dijelaskan bahwa kegiatan Unjuk Rasa tersebut merupakan perbuatan yang Legal dilindungi Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang. Bukan Melanggar hukum, dan yang tidak dapat diterima oleh pemohon, bahwa Unjuk Rasa tersebut oleh Termohon berpendapat, bahwa Unjuk Rasa tersebut dijadikan alat untuk memeras, dapat Pemohon jelaskan sebelumnya bahwa pasal Pemerasan dan Pengancaman harus dengan menggunakan alat yang melawan Hukum.

Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, karena pasal yang disangkakan adalah delik aduan, bertentangan dengan peristiwa sebenarnya. dan diduga ada upaya Termohon dengan Pelapor untuk melakukan upaya kriminalisasi terhadap Pemohon Jumpa Taufiq Nst, maka harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

SAH TIDAKNYA PENANGKAPAN TERHADAP PEMOHON

Bahwa sesuai pasal 16 KUHAP Penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, dan pasal 17 KUHAP perintah penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Bahwa sesuai pasal 18 ayat 1 Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah Penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat dia diperiksa.
Bahwa Mahkamah Konstitusi dengan No Putusan : 21/PUU-XII/2014 menyatakan Inskonstitusional bersyarat terhadap Frasa “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat 1 KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan dinyatakan Inskonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk Penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Frasa “bukti permulaan yang cukup “ dan “bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat 1 KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).
Bahwa dapat Pemohon sampaikan mengigat pasal yang dipersangkakan kepada Pemohon Oleh Termohon yakni pasal 369 ayat 1 KUHP. merupakan delik aduan sehaarusnya Termohon harus melaksanakan penyelidikan terlebih dahulu, dan mendengarkan keterangan dari Pemohon,
Bahwa sesuai dengan Surat Perintah Penangkapan No. : Sp-Kap/68/VII/2019/RESKRIM tertanggal 28 Agustus 2019 dibandingkan dengan kejadian serta pasal yang di persangkakan tidak lah singkron, melaggar Asas Keadilan, dan Asas Legalitas. Bahwa dapat disampaikan dalam Penangkapan pada hari Rabu, 28 Agustus di Café Saku, Surat Penangkapan Tidak Ditunjukkan kepada Pemohon Jumpa Taufiq Nst serta pemohon tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangan sebelumnya, mengingat Pasal yang disangkakan merupakan Delik Aduan, dimana pihak TERMOHON tidak hanya mendengar satu Pihak saja. Dan pihak kepolisian tidak mengedepan kan Asas Keadilan, yakni Penyidik hanya mendengarkan keterangan satu pihak yakni pelapor saja, tanpa mendengarkan keterangan Terlapor, yang telah menyandang status tersangka. Diduga Keras penyidik telah melanggar asas Hukum yakni asas Keadilan. Bahwa patut dengan jelas pasal yang disangkakan kepada Pemohon Jumpa Taufiq merupakan Delik aduan, pasal 369 ayat (1) KUHP patut bagi Termohon Penyidik harus juga mendengarkan keterangan dari Pemohon, namun kejadian Kronologis sebenarnya yang Pemohon Jelaskan sebelumnya, Peristiwa ini merupakan Peristiwa Suap Menyuap. Bahwa Pemohon dapat menilai ada upaya dari Pihak Termohon dengan Pelapor Mardan Hanafi untuk melakukan Upaya Kriminalisasi terhadap Pemohon, yakni Jumpa Taufiq Nasution. Dapat diduga Termohon telah melanggar Hak Asasi Manusia, yang Harus dijunjung tinggi oleh Termohon.
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa menunjukkan terlebih dahulu surat perintah penangkapan, Kejadian Kronologi yang bertentangan dengan Pasal yang dipersangkakan, saksi yang tidak berkompeten pada perkara ini serta Penangkapan tersebut merupakan tindakan yang tidak sah,  terhadap diri Pemohon oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

SAH TIDAKNYA PENAHANAN TERHADAP PEMOHON

Bahwa pada hari rabu tgl 28 Agustus 2019 tepatnya di Café Saku, Jumpa Bertemu dengan Mardan tepatnya sekitar 14.30 Wib, mardan memberikan Uang berupa 20 Juta pada Jumpa agar Jumpa dengan Kawan-kawan lainnya tidak mendemo Bappeda Kab. Padang Lawas. Kemudian secara tiba-tiba pada saat itu pihak kepolisan Polsek Barumun datang menangkap Jumpa, Tanpa Surat Perintah Penangkapan pada saat itu. Dan sampainya di Mapolsek Barumun jumpa di suruh menanda tangani Surat Perintah Penangkapan No. : Sp-Kap/68/VII/2019/RESKRIM tertanggal 28 Agustus 2019 . Dengan tuduhan pasal 369 ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain, memaksa seseorang dengan ancaman Pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagiankepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang “.
Bahwa kemudian Jumpa dibawa di Polsek Barumun, berselang Jam kemudian Jumpa di bawa ke Mapolres Tapanuli Selatan untuk pelimpahan pada Sat, Reskrim Unit II Ekonomi,
Bahwa pada tanggal 29 Agustus Pemohon dilakukan upaya Penahanan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.HAN/81/VIII/2019 RESKRIM untuk 20 hari kedepan namun dengan Pasal yang berbeda yakni pasal 368 ayat 1 KUHP.
Bahwa kemudian Pemohon menilai Termohon dari awal kejadian Tersebut telah merubah peristiwa pidana yang lebih condong kepada peristiwa Pidana Suap Menyuap, di ubah menjadi Pemerasan. Yang diduga TERMOHON telah bersekongkol sebelumnya dengan Pelapor, dan kemudian pada Surat Perintah penangkapan tersebut adalah pasal 369 ayat 1 KUHP, namun pada saat Perkara ini dilimpahkan pada Sat Reskrim Polres Tapanuli Selatan pada saat Surat Perintah Penanahanan pasal yang dipersangka kan berubah lagi menjadi pasal 368 ayat 1 KUHP. Dan dapat diduga TERMOHON tidak mengedepankan Asas Keadilan, dan perlindungan HAM.
Bahwa Berdasarkan Perubahan demi perubahan yang di lakukan TERMOHON dari Penjelasan Pemohon dari atas tersebut, dari Kronologi Kejadian nya lebih Condong kepada SUAP MENYUAP, namun di ubaha TERMOHON kepada Pengancaman, dan kemudian setelah pelimpahan  pada Surat Perintah Penahanan pasal yang disangkakan telah berubah kembali ke pasal 368 ayat 1 KUHP.  TERMOHON dengan diduga telah bersekongkol dengan pelapor Mardan Hanafi untuk melakukan uapaya Kriminalisasi.
Dengan demikian dapat PEMOHON samapaikan adanya upaya Kriminalisasi Terhadap Pemohon, sesuai dengan Fakta, serta Bukti-bukti yang ada. Maka dapat dinyatakan Majelis Hakim yang memeriksa perkara aquo ini Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON Tidak Sah.

PENETAPA PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA, PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TERHADAP PEMOHON MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

Negara Republik Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga Azas hukum Presumption of innosence  atau Azas Praduga tak bersalah menjadi penjelasan atau pengakuan dan Jaminan negara terhadap seluruh rakyat Indonesia. Ini diperjelas dituangkan kedalam Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, artinya seluruh bangsa Indoensia tunduk pada Hukum dan HAM . dan dijelaskan kembalai UUD 1945 PASAL 28D ayat 1 “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” dengan ini menjelaskan bahwa negara langsung turun tangan melalui Perangkat-perangkat hukumnya.
Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum.
Omar Seno Adji menetukan perinsip legality merupakan karekteristik yang essentieel, baik ia dikemukankan oelh “Rule of law” – konsep, maupun oleh faham “rechtstaat” dahulu, maupun oleh konsep sociality legality, demikian misalnya Larangan berlakunya hukum pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas “nullum delictum” dalam hukum pidana kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari perinsip ‘legality’.
Bahwa dalam hukum administrasi negara, badan /pejabat  tata usaha negara dilarang melakukan penyalahgunaan wewenang, yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang  meliputi melampaui wewenang.  Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Menurut Sjachran basah “ abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan, di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan
Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam pasal 17 Undang-undang No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, selain itu dalam pasal 52 undang-undang No 30 tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah keputusan yakni meliputi :

Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

Dibuat sesuai proseduur dan

Substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaimana PEMOHON uraikan diaatas, bahwa penetapan tersangka, Penangkapan, dan penahanan terhadap PEMOHON dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan Peratura perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga apabila sesuai dengan ulasan PEMOHON dalam Permohonan Aquo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogianya menurt pasal 56 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No 30 tahun 2014 tentang adminiistrasi pemerintahan adalah sebagai berikut :

Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat 1 huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah.
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat 1 huruf b dan c merupakan keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.

Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan yang dilakukan TERMOHON kepada PEMOHON dengan menetapkan PEMOHON sebagai tersangka, Penangkapan, dan Penahan terhadap PEMOHON dilakukan dan ditetapkan dengan prosedur yang tidak benar, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibuhuan yang memeriksa dan mengadili perkara A quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap PEMOHON dapat dinyatakan merupakan keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
Bahwa dapat kami sampaikan bahwa TERMOHON telah melanggar pasal 70 ayat 1 KUHAP “ Penasehat Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkatan pemeriksaan dan setiap waktu kepentingan pembelaan perkaranya”. Karna dapat kami sampaikan bahwa kami penasehat hukum sangat dipersulit untuk bisa berkomunikasi dan bertemu dengan klien kami Jumpa Taufiq Nst dengan alasan termohon “hari Libur, Jam besuk Habis, dan bertemu dengan Jumpa tidak boleh sembarangan harus ada perintah dari atasan, ucap alasan, Penjaga Sel Tahana, dan Personil Unit II Ekonomi”. Dan dengan ini tindakan TERMOHON kepada kami sebagai Penasehat Hukum PEMOHON sudah melanggar KUHAP, dan juga melanggar HAK ASASI MANUSIA. Tindakan Termohon merupakan tindakan Kesewenang-wenangan, tanpa menjunjung Tinggi HAM, dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan atas alasan-alasan dan penjelasan diatas, maka PEMOHON memohonkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Sibuhuan  agar menetapkan Hakim Praperadilan, untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan sebagai berikut:

Memerintahkan TERMOHON untuk menghadirkan Personil Polisi yang melakukan Penangkapan sebagai Pesakitan dalam persidangan a quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM.
Memerintahkan TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON prinsipal atas nama JUMPA TAUFIQ NST, untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM terhadap diri PEMOHON.

Selanjutnya memohon putusan sebagai berikut :

Menerima Permohonan Pemohon untuk Seluruhnya.
Menyatakan Penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. SP.sidik/68/VIII/2019/RESKRIM, tanggal 28 Agustus 2019 atas nama Tersangka JUMPA TAUFIQ NASUTION tidak sah dan batal demi Hukum
Menyatakan Penangkapan terhadap diri PEMOHON berdasarkan laporan polisi No : LP/80/VIII/2019/TAPSEL/TPS/BARUMUN/SUMUT tanggal 28 Agustus 2019 jo Surat Perintah Penyidikan No. SP.sidik/68/VIII/2019/RESKRIM, tanggal 28 Agustus 2019, Jo Surat Perintah Penangkapan No. : Sp-Kap/68/VII/2019/RESKRIM tertanggal 28 Agustus 2019 tidak sah.
Menyatakan penahanan terhadap diri PEMOHON berdasarkan Laporan Polisi No : LP/80/VIII/2019/TAPSEL/TPS/BARUMUN/SUMUT tanggal 28 Agustus 2019 jo Surat Perintah Penyidikan No. SP.sidik/68/VIII/2019/RESKRIM, tanggal 28 Agustus 2019 Jo. Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.HAN/81/VIII/2019 RESKRIM tertanggal 29 Agustus 2019 adalah tidak sah.
Memerintahkan kepada TERMOHON untuk mengeluarkan PEMOHON dari tahanan;
Memerintahkan kepada TERMOHON untuk memulihkan harkat dan Martabat PEMOHON sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan;
Menghukum TERMOHON membayar ganti rugi Rp. 1.000.000.000-, (satu milyar rupiah) atas nama baik dan tidak bisa lagi berusaha optimal karena tertekan psikologi.
Menghukum TERMOHON membayar biaya perkara.

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibuhuan yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibuhuan yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).

HORMAT KAMI

KUASA HUKUM PEMOHON

MARTUA GADING HABONARAN DAULAY, SH.MH     

                                                                                       

MUHAMMAD SOLEH POHAN, SH

 

Pihak Dipublikasikan Ya